ANGKA KEJADIAN KELAINAN REFRAKSI YANG TIDAK TERKOREKSI PADA ANAK
Abstract
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab terbanyak kedua kebutaan setelah katarak, atau sebanyak 21% dari seluruh penyebab kebutaan di dunia pada tahun 2015. Angka kebutaan dan gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2020. Angka kelainan refraksi di Indonesia, mencakup 20.7% dari seluruh penyebab kebutaan dan 25% dari seluruh penyebab gangguan penglihatan sedang dan berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian kelainan refraksi yang tidak terkoreksi pada anak berdasarkan usia, jenis kelamin dan jenis kelainan refraksi yang dilihat dari faktor-faktor penyebabnya. Jenis penelitian ini menggunakan metode literature review matrix yaitu dengan menggabungkan berbagai jurnal baik jurnal nasional maupun jurnal internasional. Kajian literatur ini diberikan khusus pada anak usia sekolah (5-15 tahun) karena itu adalah usia di mana kelainan refraksi dimulai dan hasilnya juga ada usia anak sekolah banyak kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hasil untuk kelainan refraksi yang tidak terkoreksi berdasarkan jenis kelamin masih berbanding terbalik antara jurnal yang diteliti dan jurnal yang lainnya. Untuk jenis kelainan refraksi yang tidak terkoreksi prevalensi terbesar adalah myopia.
References
Amruta S. Padhye, d. (2009). Prevalence of uncorrected refractive error and other eye problems among urban and rural school children. Middle East African Journal of Ophthalmology.
Angelia V. Adile, Y. T. (2016). Jurnal e-Clinic (eCl). Kelainan Refraksi pada pelajar SMA Negeri 7 Manado.
Bustan, M. (2006). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Fabio E Ferraz, d. (2014). Influence of uncorrected refractive error and unmet refractive error on visual impairment in a Brazilian population. Internazional Journal of BMC Ophthalmology.
Indra Tri Mahayana, S. G. (2017). Prevalensi Kelainan Refraksi yang tidak dikoreksi pada anak-anak sekolah dasar perkotaan, pinggiran kota, exurban dan pedesaan di populasi Indonesia. Internasional Journal of Ophthalmology.
Infodatin Anak, R. (2014). Kondisi Pencapaian Kesehatan Anak. Kementrian Kesehatan.
Jiangnan He, L. L. (2014). BMC Public Health. Prevalence and causes of visual impaiment and rate of wearing spectacles in shools for children of migrant workers in Shanghai, China.
Kemenkes, R. (2018). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Apa Itu Kelainan Refraksi.
Kresna. (2014). Konsultasi Skripsi. Pengertian Kerangka Konsep Penelitian (Skripsi dan Tesis).
Lestari, A. P. (2019). Pengertian Gender Menurut WHO. Sehatku, Kementrian RI.
Magnus, M. (2010). Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: EGC.
Mahayana, I. T. (2017). The prevalence of uncorrected refractive error in urban, suburban, exurban and rural primary school children in Indonesian population. International Journal of Ophthalmology.
Maksus, A. I. (2016). Standar Prosedur Pemeriksaan Refraksi untuk Refraksionis Optisien (Diploma Optometris). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, S. (2012). In S. Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Serge Resnikoff, d. (2007). Global magnitude of visual impairment caused by uncorrected refractive errors in 2004. Bulletin of the World Health Organization.
Sewunet, S. A., Aredo, K. K., & Gedefew, M. (2014). Kesalahan Bias Yang Tidak Terkoreksi dan Faktor-faktor terkait di antara anak-anak sekolah dasar di Distrik Debre Markos, Ethiopia Barat Laut. BMC Opthalmology, 95.
Siregar, N. H. (2009). Amblyopia. Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan 2009.
WHO. (2017). World Health Organitation. Penyebab Gangguan Penglihatan Terbanyak di Seluruh Dunia.
Yankes, D. (2018). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Gambaran Kelainan Refraksi Tidak Terkoreksi Pada Program Penapisan Oleh Unit Oftalmologi Komunitas Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Di Wilayah Kab. Bandung tahun 2017.
Yankes, D. (2019). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Pemakaian Kacamata Pada Program Penapisan Kelainan Refraksi Anak Usia Sekolah